Islam Sebelum Perpecahan


Banyaknya perbedaan dalam menafsirkan suatu nas dalil dari Al-Qur’an maupun As Sunnah sering kali memunculkan perselisihan dan kesenjangan antar umat islam, perbedaan penafsiran yang terus menerus akan menyebabkan agama ini menjadi lemah dan akan menjadi kambing aduan bagi musuh musuh islam kususnya orang yahudi dan nasrani. Tentu semua itu akan terjadi jika permasalahan fundamental dalam penafsiran ini terus berlanjut dan tidak ada jalan keluarnya.

Jika kita melihat realitas dari kehidupan, perbedaan penafsiran tidak hanya berbuntut kepada sikap saling antipasti dan ejek mengejek. Tapi sudah jauh melampui itu semua. Puncak dari perbedaan tersebut
biasanya akan memunculkan konflik berupa bentrokan yang sering muncul khususnya di wilayah Indonesia.
Wajar saja, Negara Indonesia ini mempunyai banyak sekali aliran islama. Secarah garis besar islam Indonesia terbelah menjadi dua golongan, yakni sunni dan syi’ah. Sedangkan dari sunni sendiri pecah menjadi beberapa organisasi. Misalnya Muhammadiyah, Nahdhotul Ulamak, Persatuan Islam, Al Irsad, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan syi’ah. Terbagi menjadi banyak sekte, ada sekte qodariyah, isna asariyah, fatimiyah, dan lain sebagainya.
Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang perna disabdakan oleh nabi Muhammad benar benar terjadi. Beliau mengatakan bahwa islam akan pecah menjadi tujuh puluh golongan dan hanya satu golongan yang akan masuk surga. Sekarang dari semua golongan manakah yang paling berpotensi menjadi golongan yang Cuma satu itu.
Jika kita melihat hadis Nabi SAW,  bahwasanya golongan yang akan selamat ialah golongan yang menjadikan Al Qur’an dan As sunnah sebagai pegangan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran islam. Dan masing-masing kelompok juga mengakui bahwa mereka juga berpegang dengan keduanya. Tapi mengapa masih banyak perbedaan.
Dalam buku karangan Dr. Masyharudin M.Ag. yang berjudul pemberontakan tasawuf  menyebutkan bahwa dalam memahami agama terdapat tiga macam. Pertama, yaitu kelompok literature, artinya dalam memahami agama mereka lebih menekankan apa yang ada dalam Al Quran dan As sunnah serta penafsiran para As salaf As sholih. Kedua,  kelompok yang memahami agama dengan melihat aspek rasionalisme, dimana aspek ini beusaha memahami ajaran islam dengan pendekatan dan kekuatan akal. Ketiga, kelompok yang memahami ajaran islam dengan pendekatan kasfy dan ilham.
Berbagai cara dan metode seorang ulamak dalam menafsirkan  ajaran memang factor dasar yang menyebabkan munculnya perbedaan. Asalkan sama-sama mempunyai dalil  hal tersebut tidak masalah, sebab memang banyak sekali dalil-dalil berbeda dalam satu perkara dalam islam.
Sekarang  yang menjadi sorotan, bagaimana caranya agar perbedaan itu tidak menjadikan umat berpecah belah ?. semuannya saling menghargai pendapat dan tidak ada yang mengunggulkan pendapatnya sendiri.  Menurut Munawir Sjadzali dalam bukunya islam dan tata Negara menerangkan bahwa “fanatisme madzhab yang berlebihan  sering menimbulkan permasalahan internal kaum muslimin karena masing-masing madzhab menganggap bahwa madzhab merekalah yang paling benar dan menyalahkan madzhab yang lainya”.Memang benar, persoalan bermadzhab seringkali menjadikan konflik internal kaum muslimin. Di mana satu menganggap benar dan lainya salah.
Solusi utama agar tidak terjadi perpecahan dalam islam aygn hanya disebabkan oleh perbedaan pemahaman adalah menyelaraskan pemikiran. Dan kembali ke madzhab  Islam Qobla Tafarruq,  yakni madzhab islam sebelum  terjadi perpecahan atau perbedaan pendapat. Serta selalu mengembalikan setiap perkara kepada undang-undang dasar islam yakni Al qur’an dan As Sunnah. Dan tidak kembali ke fatwa ulamak. Karena keduanya (Quran Dan Sunnah) sudah berisi lengkap tentang semua hal, karena baik Al Qur’an maupun As Sunnah adalah rahmatan lil ‘alamin. Tinggal bagaimana kita berlatih untuk memahami teks dan makna keduanya secara mendalam. Adapun bila terdapat pertentangan antara Al Quran dan As Sunnah maka itu bisa dikatakan mustahil, dan mustahil Al Qur’an dan As Sunnah bertentangan. Jika kita menemukan pertentangan berarti kita kurang mampu untuk memahaminya.
Bila kita menemukan kontradiksi dalam sunnah, maka kita harus mengembalikan kepada factor atau penyebab kenapa ada perbedaan dari satu hadist ke hadist lainya. Karena Nabi SAW. Bila berbicara akan melihat seberapa mampu seseorang menangkap pembicaraan Beliau SAW. Artinya melihat kemampuan pemahaman orang.*hilal

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

 

© 2013 IPM Solokuro. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top